Data Diri:
- Alamat: Yogyakarta
- TTL: Jombang, 27 May 1953
- Usia: 71 thn
Pendidikan di Gontor:
- Tamat/Keluar:1968
Profesi/Bidang Lainnya
- Bidang: Budayawan
Profil
Emha Ainun Nadjib mempunyai nama lengkap Muhammad Ainun Nadjib. Pada awal kepenyairannya, beliau menuliskan namanya dalam karyanya dengan MH Ainun Nadjib. Lama-lama ejaannya diubah menjadi Emha sehingga ia lebih dikenal dengan nama Emha Ainun Nadjib. Dia dikenal sebagai penyair, dramawan, cerpenis, budayawan, mantan pelukis kaligrafi (pelukis terkenal), dan penulis lagu.
Anak keempat dari 15 bersaudara ini pernah mengenyam pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo dan menamatkan pendidikannya di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. Pendidikan formalnya di UGM, tepatnya di Fakultas Ekonomi, hanya dijalani oleh Cak Nun 1 semester.
Sebelum menikah dengan Novia Kolopaking, Cak Nun pernah menikah dan dikaruniai seorang anak yang merupakan vokalis dari grup band Letto, Noe. Sedangkan dari pernikahannya dengan Novia, Cak Nun dikaruniai empat anak.
Pada bulan Maret 2011, Cak Nun memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, Penghargaan Satyalancana Kebudayaan diberikan kepada seseorang yang memiliki jasa besar di bidang kebudayaan dan mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Cak Nun belajar sastra pada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius, dengan merantau di Malioboro, Yogyakarta antara tahun 1970-1975. Ia pun gemar menekuni beberapa pementasan teater yang berhasil digelarnya. Cak Nun juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Selain teater, Cak Nun juga adalah seorang penulis buku dan aktif di kelompok musik arahannya, Musik Kiai Kanjeng, yang selalu membawakan lagu-lagu sholawat nabi dan syair-syair religius yang bertema dakwah. Selain itu, Cak Nun rutin menjadi narasumber pengajian bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan di berbagai daerah.
Pendidikan
- SD, Jombang
- SMP Muhammadiyah, Yogyakarta
- SMA Muhammadiyah, Yogyakarta
- Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
- Fakultas Ekonomi UGM
Karir
- Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
- Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
- Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
- Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
- Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
Penghargaan
- Maret 2011, menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
Prestasi di Bidang Sastra
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1991) untuk buku puisi Sajak Ladang Jagung
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1992) untuk buku puisi Sesobek Kertas Koran
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1993) untuk buku puisi Ketika Batu Bicara
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1994) untuk buku puisi Sajak-sajak Sepatu Tua
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1995) untuk buku puisi Sajak-sajak Lembah Kali Brantas
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1996) untuk buku puisi Sajak-sajak Langit 2
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1997) untuk buku puisi Sajak-sajak Negeriku Indonesia
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (1998) untuk buku puisi Sajak-sajak Cinta
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2000) untuk buku puisi Sajak-sajak Hujan Bulan Juni
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2001) untuk buku puisi Sajak-sajak Matahari
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2003) untuk buku puisi Sajak-sajak Bumi Manusia
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2004) untuk buku puisi Sajak-sajak Nusantara
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2005) untuk buku puisi Sajak-sajak Tanah Air
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2006) untuk buku puisi Sajak-sajak Merah Putih
- Hadiah Sastra Pusat Bahasa (2007) untuk buku puisi Sajak-sajak Indonesia Raya
- Penghargaan Achmad Bakrie 2017 kategori sastra dan budaya
Publikasi Essai/Buku
- Indonesia Bagian Sangat Penting Dari Desa Saya (1983). Diterbitkan pertama kali oleh penerbit Jatayu. Diterbitkan kembali dengan judul Indonesia Bagian Dari Desa Saya tahun 1983 dan 1992 oleh Sipress, tahun 2013 oleh Kompas, dan tahun 2020 oleh Bentang Pustaka.
- Sastra yang Membebaskan: Sikap Terhadap Struktur dan Anutan Seni Moderen Indonesia (1984). Diterbitkan oleh PLP2M (Pusat Latihan, Penelitian, dan Pengembangan Masyarakat).
- Dari Pojok Sejarah: Renungan Perjalanan (1985). Diterbitkan oleh Mizan. Dicetak kembali tahun 2020.
- Slilit Sang Kiai (1991). Diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti. Diterbitkan kembali tahun 2013 oleh Mizan.
- Secangkir Kopi Jon Pakir (1992). Diterbitkan oleh Mizan.
- Bola-Bola Kultural (1993). Diterbitkan oleh Mizan. Dicetak kembali tahun 2016 dan 2019.
- Markesot Bertutur (1993). DIterbitkan oleh Mizan. Dicetak kembali tahun 2012, 2015, dan 2019.
- Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1994). Diterbitkan pertama kali oleh Risalah Gusti. Diterbitkan kembali tahun 2015 dan 2018 oleh Bentang Pustaka.
- Gerakan Punakawan Atawa Arus Bawah (1994). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Dicetak kembali tahun 2015.
- Kiai Sudrun Gugat (1994). Diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti.
- Markesot Bertutur Lagi (1994). Diterbitkan oleh Mizan. Dicetak kembali tahun 2013, 2015, dan 2019.
- Sedang Tuhan Pun Cemburu: Refleksi Sepanjang Jalan (1994). Diterbitkan pertama kali oleh Sipress. Diterbitkan kembali tahun 2015 dan 2018 oleh Bentang Pustaka.
- Gelandangan di Kampung Sendiri (1995). Diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Pelajar. Diterbitkan kembali tahun 2015 dan 2018 oleh Bentang Pustaka.
- Nasionalisme Muhammad: Islam Menyongsong Masa Depan (1995). Diterbitkan oleh Sipress.
- Opini Plesetan, OPLES (1995). Diterbitkan oleh Mizan.
- Terus Mencoba Budaya Tanding (1995). Diterbitkan oleh Pustaka Pelajar.
- Surat Kepada Kanjeng Nabi (1995). Diterbitkan oleh Mizan. Dicetak kembali tahun 2015.
- Titik Nadir Demokrasi: Kesunyian Manusia dalam Negara (1996). Diterbitkan pertama kali oleh Zaituna. Diterbitkan kembali tahun 2016 oleh Bentang Pustaka.
- Tuhan Pun Berpuasa (1997). Diterbitkan pertama kali oleh Zaituna. Diterbitkan kembali tahun 2012 dan 2016 oleh Kompas.
- Demokrasi T*l*l Versi Saridin (1997). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana (1998). Diterbitkan pertama kali oleh Zaituna. Diterbitkan kembali tahun 2016 oleh Bentang Pustaka.
- Iblis Nusantara Dajjal Dunia: Asal Usul Krisis Kita Semua (1998). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Keranjang Sampah (1998). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Kyai Kocar Kacir (1998). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Mati Ketawa Ala Refotnasi: Menyorong Rembulan (1998). Diterbitkan pertama kali oleh Zaituna. Diterbitkan kembali tahun 2016 oleh Bentang Pustaka.
- Ikrar Husnul Khatimah Keluarga Besar Bangsa Indonesia (1999). Diterbitkan oleh Hamas dan Padhangmbulan.
- Jogja-Indonesia Pulang-Pergi (1999). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1999). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Hikmah Puasa 1 & 2 (2001). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Segitiga Cinta (2001). Diterbitkan oleh Zaituna.
- Kafir Liberal (2005). Diterbitkan oleh Progress.
- Orang Maiyah (2007). Diterbitkan pertama kali oleh Progress. Diterbitkan kembali tahun 2015 oleh Bentang Pustaka.
- Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki (2007). Diterbitkan oleh Kompas. Dicetak kembali tahun 2016.
- Tidak. Jibril Tidak Pensiun (2007). Diterbitkan pertama kali oleh Progress. Diterbitkan kembali tahun 2017 oleh Bentang Pustaka.
- Istriku Seribu (2007). Diterbitkan pertama kali oleh Progress. Diterbitkan kembali tahun 2015 oleh Bentang Pustaka
- Kagum Pada Orang Indonesia (2008). Diterbitkan pertama kali oleh Progress. Diterbitkan kembali tahun 2015 oleh Bentang Pustaka.
- Jejak Tinju Pak Kiai (2008). Diterbitkan oleh Kompas.
- Demokrasi La Roiba Fih (2009). Diterbitkan oleh Kompas. Dicetak kembali tahun 2016.
- Anak Asuh Bernama Indonesia – Daur 1 (2017). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Iblis Tidak Butuh Pengikut – Daur 2 (2017). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Mencari Buah Simalakama – Daur 3 (2017). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Kapal Nuh Abad 21 – Daur 4 (2017). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Kiai Hologram (2018). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Pemimpin Yang “Tuhan” (2018). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Markesot Belajar Ngaji – Daur 5 (2019). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Siapa Sebenarnya Markesot – Daur 6 (2019). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Sinau Bareng Markesot – Daur 7 (2019). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Lockdown 309 Tahun (2020). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.[155]
- Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar (2020). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Mbah Nun Bertutur (2021). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
- Mereka yang Tak Pernah Mati (2022). Diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
Cerpen
- (1) “Ambang” dalam Horison No. 1 Tahun 1978;
- (2) “Tangis” dalam Horison No. 11—12 Tahun 1978;
- (3) “Di Belakangku” dalam Horison No. 11 Tahun 1979;
- (4) “Kepala Kampung” dalam Horison No. 10 Tahun 1979;
- (5) “Lingkaran Dinding” dalam Horison No. 9 Tahun 1979;
- (6) “Mimpi Istriku” dalam Horison No. 9 Tahun 1979;
- (7) “BH” dalam Horison No. 6 Tahun 1980;
- (8) “Ijasah” dalam Horison No. 7 Tahun 1980;
- (9) “Jabatan” dalam Horison No. 11 Tahun 1980;
- (10) “Jimat” dalam Horison No. 7 Tahun 1980;
- (11) “Mimpi Setiap Orang” dalam Horison No. 5 Tahun 1980;
- (12) “Podium” dalam Horison No. 6 Tahun 1980;
- (13) “Seorang Gelandangan” dalam Horison No. 1 Tahun 1980;
- (14) “Stempel” dalam Horison No. 4 Tahun 1980; dan
- (15) “Luber” dalam Horison No. 10 Tahun 1981.
Source: ensiklopedia.kemdikbud.go.id
Puisi
- (1) “Malam” dalam Pandji Masjarakat No. 62 Tahun 1970;
- (2) “Pagi” dalam Pandji Masjarakat No. 62 Tahun 1970;
- (3) “Senja” dalam Pandji Masjarakat No. 62 Tahun 1970;
- (4) “Sepi” dalam Pandji Masjarakat No. 62 Tahun 1970;
- (5) “Suara” dalam Pandji Masjarakat No. 62 Tahun 1970;
- (6) “Aku telah Terlempar Kembali Jadi Manusia, Tuhanku” dalam Pandji Masjarakat No. 84 Tahun 1971;
- (7) “Ketika Mendengar Keagungan yang Mengalir” dalam Pandji Masjarakat No. 79 Tahun 1971;
- (8) “Pada Akhirnya Aku Kembalikan Diriku kepada-Mu, Tuhanku” dalam Pandji Masjarakat No. 84 Tahun 1971; (9) “Sehabis Sholat, Suatu Malam” dalam Pandji Masjarakat No. 79 Tahun 1971;
- (10) “Sempurnalah Rindu Diriku Malam Ini, Tuhanku” dalam Pandji Masjarakat No. 79 Tahun 1971;
- (11) “Seperti Mimpi-Mimpi Abstraksi” dalam Pandji Masjarakat No. 79 Tahun 1971;
- (12) “1 Syawal 1392 IIII” dalam Pandji Masjarakat No. 92 Tahun 1971;
- (13) “Di Matamu” dalam Mimbar No. 28 Tahun 1972;
- (14) “Tidak Sewajarnya, Hari Ini” dalam Mimbar No. 28 Tahun 1972;
- (15) “Bisik” dalam Basis No. 2 Tahun 1973;
- (16) “Lipu” dalam Basis No. 2 Tahun 1973;
- (17) “Malam di Pegunungan” dalam Panji Masyarakat No. 13 Tahun 1973;
- (18) “Memandangmu Bulan” dalam Panji Masyarakat No. 133 Tahun 1973;
- (19) “Mysteri” dalam Basis No. 10 Tahun 1973;
- (20) “Nyanyian Sebelum Pergi” dalam Panji Masyarakat No. 133 Tahun 1973;
- (21) “Resonansi” dalam Tribun No. 43 Tahun 1973;
- (22) “Sebelum Tidur” dalam Panji Masyarakat No. 133 Tahun 1973;
- (23) “Sia-Sia” dalam Basis No. 10 Tahun 1973;
- (24) “Terbit” dalam Mimbar No. 36 Tahun 1973;
- (25) “Di Subuh Langitkah Menggegar” dalam Tifa Sastra No. 25 Tahun 1974; dan
- (26) “Kubakar Cintaku” dalam Budaya Jaya No. 76 Tahun 1974.
Source: ensiklopedia.kemdikbud.go.id
Drama
- Sidang Para Setan (1977).
- Patung Kekasih (1983). Tentang pengkultusan. Ditulis bersama Fajar Suharno dan Simon Hate.
- Doktorandus Mul (1984).
- Mas Dukun (1986). Tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern.
- Keajaiban Lik Par (1987). Tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern.
- Geger Wong Ngoyak Macan (1989). Tentang pemerintahan “Raja” Soeharto. Ditulis bersama Fajar Suharno dan Gadjah Abiyoso.
- Keluarga Sakinah (1990).
- Lautan Jilbab (1990).
- Santri-Santri Khidlir (1991). Dipentaskan di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain. Dihadiri 35.000 penonton di saat dipentaskan di alun-alun Madiun),
- Perahu Retak (1992). Tentang Indonesia Orde Baru yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram.
- Sunan Sableng dan Baginda Farouq (1993).
- Pak Kanjeng (1994).
- Duta Dari Masa Depan (1996).
- Tikungan Iblis (2008).
- Nabi Darurat Rasul Ad Hoc (2012). Tentang betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya. Dipentaskan oleh Teater Perdikan dan Letto
- Sengkuni 2019 (2019).
- Mlungsungi (2022). Disutradarai bersama oleh Jujuk Prabowo, Fajar Suharno, Untung Basuki, dan Meritz Hindra.
- Waliraja Rajawali (2022). Dipentaskan oleh Teater Perdikan dan Gamelan Kiai Kanjeng.
Album Musik dan Shalawat
- Perahu Retak (1995). Seluruh lirik ditulis oleh Cak Nun, dan lagu oleh Frangky Sahilatua.
- Kado Muhammad (1996).
- Raja Diraja (1997).
- Wirid Padang Bulan (1998).
- Jaman Wis Akhir (1999).
- Menyorong Rembulan (1999).
- Allah Merasa Heran (2000).
- Perahu Nuh (2000).
- Dangdut Kesejukan (2001). Syair ditulis oleh Cak Nun.
- Maiyah Tanah Air (2001).
- Terus Berjalan (2008).
- Shohibu Baity (2010).
- Lizziyaroh Qoshidiina (2020). Single
- Sholawatun Nur (2020). Single.
- Takbir Akbar (2020). Single
- Hubbu Ahmadin (2020). Single
- Pusaka 1 (2020)
- Pusaka 2 (2020)
- Wakafa (2023)