Prof. Dr. KH. Habib Chirzin. Alumni KMI Gontor tahun 1968, Alumni IPD (Institut Pendidikan Darussalam) tahun 1972
Senang untuk dapat menyimak berbagai pengalaman yang menarik dari para alumni PM Gontor yang telah menyelesaikan studi, S-3, atau sedang melakukan studi di berbagai negara : Norway, Jerman, Perancis, Spanyol, Belanda, Inggeris, Amerika, Mesir, Saudi Arabia, China, Australia, Mesir, Pakistan, Malaysia dll.
Rektor Universitas Darussalam ( UNIDA ), Gontor, Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, di dalam keynote speechnya kebetulan menyebut saya yang selepas dari KMI (1968) dan IPD, Gontor (1972) saya melanjutkan ke UGM. Kemudian aktif di berbagai kegiatan nasional dan international. Menjadi pengurus dan penasehat dari berbagai lembaga internasional dan diundang ke berbagai universitas untuk konperensi, termasuk diundang ke PBB.
1- Menghidupkan Jiwa Pondok, “Ihya’u Ruhil Ma’had”. Pendidikan dan Nilai-2 Kepondok Pesantrenan yang menginspirasi kehidupan.
//Ketika diminta berbagi pengalaman, saya menyebutkan bahwa PM Gontor telah meletakkan landasan pendidikan karakter, watak, keilmuan dan kompetensi internasional. Ketika Tri Murti (KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fannani dan KH Imam Zafkasyi), tiga saudara,.pada th 1926 memilih untuk mendirikan Lembaga Pendidikan, maka itu merupakan Pilihan Sejarah, bahkan Pilihan Peradaban. Pilihan sistem Pondok Modern, yang memadukan antara Sistem Pondok Pesantren yang berakar mendalam pada agama dan budaya masyarakat, merupakan perpaduan antara “Al Ashalah wa Al Mushirah” (Heritage dengan Contemporary) merupakan bentuk ideal “Ashluha tsabitun fi al ardhli wa far’uha fi al sama’i”. Juga memadukan ilmu dan agama dan tidak memisahkannya. Ini merupakan kecerdasan kritis sebagai “al Takamul al Ilmy atau al Takamul al Ma’arify” atau “Integration.of Knowledge”, yang sekaligus merupakan bentuk “De-Colonization’ dan “Liberation” nilai-2 dan filsafat ilmu. Di masa Kebangkitan Nasional, saat itu.
Synthesa Empat unsur, Al Azhar, Syanggit, Aligarh dan Shanti Niketan; yang dijadikan orientasi PM Gontor, telah mengorientasikan para guru dan santeri kepada international orientation dan future orientation, dan sekaligus membekali para santeri/peserta belajarnya dengan “International Competencies”. Kompetensi Internasional ini antara lain berupa : penguasaan bahasa asing, kepemimpinan, komunikasi dan networking.
2- Restu dan doa Kyai untuk Melanjutkan Pendikan dan Pengabdian Masyarkat.
Ustadz Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, Rektor UNIDA Gontor, di dalam Keynote Speechnya menyebut bahwa setamat dari KMI dan IPD Gontor, saya melanjutkan ke Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Saya kuliah langsung di tingkat Doktoral Khusus, tanpa kuliah di tingkat 1 (Propaedeus); tingkat 2 (Candidat) dan tingkat 3 (Bacalorius); dengan Anvoelen (melengkapi kuliyah dan ujian) untuk mata kuliyah yang belum ada di IPD. Masuk ke UGM dengan surat pengantar dari Pak Zar (KH Imam Zarkasyi), karena
ijazah sarjana muda IPD belum keluar. Dan Ketika lulus dengan cumlaude, saya dikejutkan dengan kiriman Telegram, yang berisi ucapan selamat dari Pimpinan Pondok Modern Gontor, yang tertanda, KH Imam Zarkasyi. Dengan ini saya yakin bahwa para Kyai dan Guru-guru kita di Gontor selalu mendoakan dan mengikuti perjalanan kita. Sama halnya ketika saya minta izin kepada Ustadz KH Imam Zarkasyi untuk mengoreksikan paper BA saya di IPD kepada Drs. Wakir, dosen Bahasa Inggeris di Madiun, pada akhir 1971; saya dibuatkan surat yg ditulis tangan oleh Bapak KH Iman Zarkasyi, untuk menginap di rumah Pak Fananie yang ditunggui oleh Pak Samuri di Madiun. Dan oleh Pak Zar saya dibekali beras dan uang. Bagi saya sebagai santeri ini saya terima sebagai restu dan doa Kyai.
Sebagai alumni Gontor, selain kuliah di UGM, saya juga mengajar di Pondok Pabelan, Magelang. Karena saya aktif di kegiatan kampus, masyarakat, pondok dan juga menulis di beberapa media, saya beberapa kali diundang ke Luar Negeri untuk mengikuti berbagai kegiatan pemuda di kawasan Asia Pacific . Pada bulan Januari 1976 diundang menjadi pemakalah dalam konperensi Asia “Consultation on Land” di Colombo, Sri Langka, kerjasama ARI (Asian Rural Institute), Jepang , Sarvodaya (Langka Jatika Sarvodaya Sangamaya), Agriculture Mission Incorporated USA dll.
Saya membawakan makalah “The Role of Santeri Working Group in the Rural Development”. Karena tulisan saya tersebut, oleh convenor yang berkedudukan di Tokyo, saya direkomendasikan untuk diundang pada pertemuan the Young Theologian in Asia and Pacific pada 1977 di Hong Kong. Pada tahun berikutnya, 1978, diundang mengikuti Development Workers Program (DWP) 1978, yang merupakan kerja sama antara ACFOD (Asian Cultural and Religious Forum on Development) dengan FFHC (Freedom from Hunger Campign) dan FAO AD (Food and Agricultural Organization, Action for Development) Asia Pacific di Bangkok. Program ini memilih 7 orang pemuda pelopor pembangunan berdasar nilai-nilai budaya dan agama di Asia untuk melakukan pertukaran pengalaman dan belajar dari lapangan di 7 negara Asia Tenggara dan Asia Selatan : Thailand, Philippines, Malaysia, Indonesia, Sri Langka, Bangladesh dan Nepal. Juga menghadiri the Asian Youth Conference oleh UNESCO tentang “The Youth Development in Asian Perspective” di Tribhuvan University, Kathmandu, Nepal, September 1978. Program pertukaran dan kerja sama pembangunan pemuda ini telah memberikan kesempatan kepada saya untuk membangun jejaring dan kerja sama dengan gerakan pemuda Islam dan pemuda pada umumnya di negara-negara kawasan Asia dan Pacific.
3- Diamati dan diamanati.
Ternyata selama mengikuti acara-2 diatas, saya diamati oleh organizer. Atas rekomendasi coordinator ACFOD yang menunundang saya keliling tujuh negara, saya diundang menjadi peserta konperensi internasional ISD (International Study Days for Society over coming domination) di Rio de Janeiro, Brazil, Amerika Latin; dengan mengunjungi Alexandria, Alagamar, Nova Iguacu, Joao Pessoa dan Reciffe pada th 1979. Dari Indonesia, kami tika orang, Pater Danu Winata, Rektor Universitas Katholik Atmajaya, Jakartra dan Romo Woekir Sari, PR III Unika Atmajaya. Ketika diadakan pemilihan anggota secretariat ISD; di akhir konperensi di Joao Pessoa, dekat Reciffe, saya terpilih menjadi anggota Secretariat ISD yang berkedudukan di Paris untuk periode1980 sd 1982. Saya sendiri heran, mengapa saya yang dari Pondok Pesantren , yang terpilih, bukan Rektor atau PR III. Kantor kami di Rue Saint Benoit di Kawasan Saint Germain, Paris. Pada Setiap musim panas saya diundang rapat tahunan di Paris. Ketika saya menikah pada th 1981, coordinator ISD Dr. Fancisco Whitaker, salah seorang initiator World Social Forum, di Porto Allegre dst, bersama Isterinya
Dr. Stella Whitaker dan Sekreatris ISD Marrie Jo, datang ke rumah orang tua saya di Kotagede, Yogyakarta. Sebagai tanda persahabatan dan kepercayaan.
Ketika dilakukan regionalisasi ISD dengan didirikan SEARICE (South East Asia Regional Institute for Community Education) di Manila, pada th 1981; saya terpilih sebagai Presidentnya yang pertama. Dan beberapa kali terpilih kembali beberapa kali, sampai pada th 1996 dalam pertemuan di Tagaytay, the Philippines. Setelah itu saya duduk sebagai anggota majels wali amanah (Board of trustee) sampai sekarang. Kami masih terus melakukan pertemuan BOT tahunan secara rutin. Pada th 2019 yang lalu, BOT meeting dilakukan di Bangkok, Thailand.
4- Dari koordinator pengembangan masyarakat di Pondok Pesantren, menjadi konsultan dan Country Representatif lembaga donor pembangunan Internasional.
Setamat dari UGM , saya diminta menjadi konsultan dan Perwakilan Lembaga Donor Eropa Untuk Kerjasama Pembangunan. Kata Dr. Mansoer Faqih : “Mas Habib ini, orang Indonesia yg menjadi perwakikan lembaga donor asing di Indonesia”.
Ketika masih menjadi President SEARICE dan sedang rapat di Manila, pada th 1984, ada tamu yang datang dari Belanda, di Jakarta, ingin bertemu saya. Sekembali dari Manila, tamu tersebut masih menunggu, Ketika bertemu ternyata tamunya adalah Dr. Syeff Thuinis, Sek Jen NOVIB (The Netherlands Organization for International Development Cooperation) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Dr. Syef meminta kesediaan saya untuk menjadi perwakilan NOVIB di Indonsia, yang selama ini dijabat oleh orng Belanda. Perwakilan terakhirnya adalah Ko Heinemann.
Oleh karena saya bekerja sama dengan beberapa Lembaga di Indonesia, saya harus berkonsultasi dengan mereka, termasuk Mas Adi Sasono, Mas Dawam Rahardjo, Gus Dur dan Mas Amien Rais dll. Atas saran mereka, saya menyatakan kesediaan dan kemudian pada awal th 1985 melakukan orientasi di Den Haag, kemudian memperoleh training “Cross Cultural Consultancy” , dan saya tinggal di dormitory IISS (International Institute for Social Studies) di Den Haag. Oleh karena waktu itu masyarakat Eropa masih dalam European Common Market yang sedang berproses menjadi European Community, sebelum menjadi European Union, maka saya bersama Mas Muhamamd Mu’tashim Billah, dimnta membuka kantor perwakilan NOVIB di Jakarta, agar dekat dengan kedubes Belanda dan semua kedubes negara-negara Eropa.
Karena kegiatan saya dalam pendidikan di Pondok Pesantren yg disebut oleh kawan saya Kamla Bhasin sebagai “the Deschooling Asian Style” dan kegiatan di Forum on Peace and Development Studies” sejak th 1981, pada th 1994 menjadi anggota International Advisory Board GEA (Global Education Associates), New York, bersama Dr. Abdul Azez Said, Dr. Taha Jabir
Alwani, Dr. Saul Menlovich, Dr. Betty Reardon dll. Sempat diundang konperensi di Vienna (1992) dan di Fordham University New York, pada th 1994 tentang the United Nations Reform”. Dan Prof. Patricia Mische sempat ke Jakarta dan Acheh pasca Tsunami Acheh, 2005. Sebelumnya, Bro. Yusuf Islam (Cat Steven) dan Sr. Fauzia, bersama kami ke Acheh.
Pada tahun yang sama, 1994 saya diminta menjadi anggota International Advisory Panel dari JUST
(International Movement for the Just World) ,Kuala Lumpur, bersama Prof. Mahmoud Ayyoub, Temple Univ, Philadelphia; Dr. Ziaudddin Sardar, London; Prof. Aly Mazru’i, Sunny, New York; Prof. Richard Falk, Princeston; Prof. Noam Chomsky, MIT dll, untuk seumur hidup (for life).
5- Cita-cita
Darussalam (Kampung Damai), yang sangat inspiring, mengilhami untuk menekuni kegiatan dalam peace studies, peace education and peace movement.
Setiap kali akan memasuki Balai Pertemuan Pondok Modern Gontor, selalu menatap tulisan “Darussalam” (Kampung Damai) yang menjadi nama Pondok Gontor tersebut. Gontor juga menjadikan “Shanti Niketan” nya Rabindranat Tagore, sebagai salah satu sintesa empat unsur pendidikannya.
Setelah mendirikan Forum on Peace and Development Ethics Studies, yang mendapat dukungan dari Prof. Herb Feith dari Monash, yang pernah menginap di rumah kami, dan kawan-2 dari Victoria Peace Studies (VAPS), Australia, pada th 1983; berkenalan dengan IPRA (International Peace Research Association) dengan kunjungan DR. Anne Marrie Hollenstein dari IPRA dan kelompok Bern Declaration, Swiss, yang peduli terhadap keamanan pangan (food security) dan perdamaian ke rumah di Mangunnegaran, sebelah timur Plengkung Wijilan Yogya, pada th 1983. Jadi saya masuk ke peace studies mulai dari “Peace and
Food Security”. Ketika saya bersama Hindun Fauziah, isteri, berinisiatif mendirikan “Forum on Peace and Development Ethics Studies” di Wijilan, Yogyakarta, pada th 1982; kemudian banyak kawan-kawan yang berkunjung ke rumah, seperti alm Prof. Herb Feith dari Monash Univ, Australia dan DR. John Barnard dari VAPS (Victoria
Association for Peace Studies). Herb Feith pernah menulis ttg saya dan Peace Forum ini dalam sebuah majalah Peace Studies di Australia sekitar th 1983. Kemudian sahabat karib saya MA Sabur, Coordinator ACFOD dan Sek Jen AMAN. Juga DR. Randy David dr Third World Studies Center, UP Diliman, Manila, bersama isterinya DR. Karina David, yg kemudian menjadi Menteri Sosial Philippines,; yang datang bersama DR. Arief Budiman.
Seusai menjadi anggota Sekretariat International Study Days (ISD) di Paris 1979 sd 1982; kemudian terpilih menjadi President SEARICE yg berkantor di Manila, 1981sd 1996. Ksmudian menjadi advicer dan Board of Truatee, sampai sekarang.
Ketika menjadi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah 1985-1989, sempat diundang melihat proses pemilihan President dari Pak Ronald Reagan ke JW Bush 1987. Menerima certificate “Ambassador of Good Will” dari Gubernur Arkansas, yang namanya Bill Clinton. Pada waktu itu nama Bill Clinton belum terkenal, karena pada waktu itu calon President dari partai Demokrat adalah Jessy Jackson. Sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah saya diminta memberikan diskusi di Cornell University, East West Center Hawaii, Portland University, Oregon dll.
Secara khusus kami diundang berkunjung dan berdiskusi dengan asosiasi The Young Amercan Political Leaders di Washington DC, Desember 1987.
Bertemu the Young Democrats dan juga the Young Republican. Berdiskusi mendalam tentang sistem politik, kepartaian, penyelenggaraan pemilu,
peran generasi muda dan relawan (volunteer), kelompok lobby yang terkenal di Amerika, serta disentralisasi, pembentukan dan peran kelas menengah dan professional yang mandiri. Secara pribadi saya melihat praktek demokrasi di Amerika yang kapitalistik. Tetapi semuanya diatur
dengan regulasi yang baik dan diawasi. Termasuk pengawasan oleh masyarakat sipil dan media. Kami juga diundang berdiskusi dengan
pimpinan-pimpinan media, teruatama dalam kaitannya dengan media sebagai pilar ke 3 demokrasi. Yang juga memiliki peran kritik dan sekaligus pengawasan terhadap proses politik.
Dalam beberapa kasus ada seorang tokoh diundang ke Amerika, dan setelah itu tidak pernah berkunjung ke negeri Paman Sam lagi. Karena tidak ada komunikasi dan kerja sama lebih lanjut. Oleh karena terus membangun jejaring kerja sama, sampai saat ini saya sudah 8 (delapan) kali diundang ke USA. Seperti menjadi pembicara pada “People’s
Perspective of Global Development” di Washington DC, pada th 1990, bersama DR. Walden Bello, seorang tokoh pemrakarsa World Social Forum; DR. Vandana Shiva, seorang ecologist dari India; DR. Leonora Breones, pendiri Global Anti Debt Coalition dari Philippnes dll.
Pada tahun 1994 diundang ke Fordham University, New York sebagai panelist ttg “The Role of the
United Nations in the Peace Making, Peace Keeping and Peace Making”, bersama al DR. Robert Muller, salah seorang pendiri PBB; DR. Saul Mendlovich Director WOMP (World Order Models Project) dll. Saya merasa bahwa Ke Pondok Modernan dg Panca Jiwanya sungguh memberikan bekal yang sangat berharga dalam berbagai forum antar bangsa ini.
6- Kerja sama di bidang IPTEK dan SDM. Pendirian Forum Kerja sama Dunia Islam untuk engembangan Iptek dan SDM di IDB Jeddah dan di Depan Ka’bah.
Sesuai dengan perkembangan dunia IPTEK, ICMI (Ikatan Cendekiawan Musliam Indonesia) atas inisiatif dari DR. BJ Habibie, President IDB (Islamic Development Bank) Jeddah; DR. Ahmad Totonji, Sekjen IIIT (International Insitute of Islamic Thought), Washington DC dll, pada th 1996 didirikan IIFTIHAR (International Islamic Forum on Science, Technology and Human Resource Development), didirikan di Jeddah dan sebagain deklarasinya ditanda tangani di depan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Lembaga ini menfokuskan diri dalam kerja sama antar pakar muslim baik di negara-negara anggota OKI maupun lainnya, seperti
di Amerika, Jerman, Perancis, Belanda, Inggeris dsb di bidang Iptek dan Sumber daya manusia. Lembaga ini diketuai oleh DR. BJ Habibie dengan wakilnya DR. Ahmed Mohammed Ali, President IDB Jeddah; Sek Jen Rabithah al Alam al Islami, Saudi Arabia; DR. Neckmetin Erbakan, Perdana Menteri Turki; Dato Seri DR. Anwar Ibrahim, Wakil Perdana Menteri Malaysia; DR. Abdul Hamid AbuSulayman President IIIT USA: Let
Jen Ahmad Tirto Sudiro; dengan Sek Jen Prof. Zuhal, Menristek Ketua BPPT; Anggota Dewan Eksekutif DR. Surin Pitsuwan, Menlu Thailand; Prof. Ibrahim Badran, Menteri Kesehatan Mesir; Prof. Hamidullah, Rektor Hamdard University, India dll. Penulis dipilih menjadi Executive Director IFTIHAR yang berkantor di BPPT Lt 16, di Jalan Thamrin, Jakarta. Bersamaan dengan itu saya terpilih menjadi Sek Jen IIIT Indonesia. Kepercayaan ini saya anggap sebagai amanah yang harus ditunaikan. Suatu area kerja sama yang sangat strategis dan berorientasi masa depan.
7- Mengemban amanah sebagai perekat Ummat dan Jembatan Antar Budaya.
Ketika Reformasi bergulir pada 1998, pada saat masyarakat Indonesia dalam situasi euforia, dengan munculnya partai-partai politik baru, termasuk partai-partai Islam, saya menerima telpon dari DR. Ahmad Totonji, IIIT, dan Syech DR. Yusuf Qaradlawi yang pada saat itu berada di Jeddah. Mereka menanyakan situasi reformasi di Indonesia. Dan DR. Yusuf Qaradlawi bertanya apakah perlu mereka bersillaturrahmi dengan DR. BJ Habibie, yang pada waktu itu menjadi President, dengan ketua-ketua partai yang berhaluan Islam; untuk menfasilitasi sillaturrahmi dan mengokohkan persatuan ummat Islam. Saya mengatakan kepada DR. Yusuf Qaradlawi, ide yang sangat bagus, apabila para ulama
dan tokoh Islam dari beberapa negara dapat bersillaturrahmi ke Indonesia. Maka hadirlah DR. Yusuf Qaradlawi dari Qatar bersama Prof. Mohammad Omar Zubair, mantan Rektor King Abdul Aziz University, Saudi Arabia, DR. Ahmad Totonji, Sek Jen IIIT USA, Shaikh Jamal Shirawan,
Makkah dll dan dapat bertemu dengan DR. BJ Habibie, President; Prof. Zuhal , Menristek dan Ketua BPPT; Let Jen Ahmad Tirto Sudiro, Ketua DPA, Dr. Burhanuddin Abdullah, Gubernur BI; DR. HM Amien Rais,
Ketua DPP PAN; Prof. Yusuf Amir Feisal, Wakil Ketua DPP PBB; DR. Hidayat Nurwahid, Ketua PKS dan pimpinan-pimpinan partai lainnya.
Juga pertemuan dengan DR. Noercholish Madjid, Rektor Universitas Paramadia dan Majelis Pusat ICMI serta para tokoh cendekiawan muslim lainnya.
Sebagai alumni Pondok Modern, Gontor, saya merasa bahagia karena diterima oleh berbagai kalangan partai dan kelompok cendekiawan muslim, dan dapat menfasilitasi sillaturrahmi antar pimpinan partai.
8- Menjaga amanah (trust/tsiqqah) dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Pada th 1979 penulis diundang menghadiri konperensi para pendidik dan pegiat sosial bersama Pater Danuwinata, Rektor Universitas Katolik
Atmajaya, Jl Jendral Sudirman, Jakarta, dan PR III Wukir Sari. Konperensi yang unik ini diberi nama ISD (International Study Days for
Society Overcoming Domination) di Rio de Janeiro dan Joao Pessoa. Hadir pada waktu itu Arch Bishop Dom Helder Camara dari Reciffe, Brazil; Pendidik dan tokoh gerakan masyarakat sipil Horton Myles, pendiri Highlander Center, Tenesse. Ketika diadakan pemilihan anggota Secretariate ISD (International Study Days for Society Overcoming Domination) yang berkedudukan di Paris, saya terpilih sebagai salah satu anggotanya untuk selama 3 tahun, 1979 sd 1982. Ketika ISD
dilakukan regionalisasi, pada 1982, disepakati dibentuk lembaga kerja sama pendidikan masyarakat regional Asia Tenggara dengan nama SEARICE (South East Asia Regional Institute for Community Education) dan saya terpilih sebagai Presidentnya yang berkedudukan di Manila. Pada setiap regional board meeting saya terpilih kembali menjadi President sampai dengan tg 1996 dalam pertemuan di Sabah. Karena telah terjadi berbagai perubahan masyarakat di Asia Tenggara, maka SEARICE dirubah akronimnya menjadi South East Asia Regioanl Initiative for Community mpowerment. Dan sampai saat ini saya masih menjadi anggota Dewan Pembinanya (Board of Trustee). Ini menjadi wahana sillaturrahmi dengan komunitas Muslim di Philippines dan Asia Tenggara pada umumnya.
9- Dari guru di Pondok Pesantren ke lembaga-2 pendidikan dan kemasyarakatan Internasional.
Sejak th 1990 saya terlibat dalam berbagai kegiatan dengan GEA(Global Education Associates) yang berpusat di New York, dengan Presidentnya Gerald M Mische dan Vice Presidentnya DR. Patricia
Mische. Termasuk dalam konperensi “Earth Covenant and Ecologycal Justice” di Vienna, Austria. Dan konperensi ttg “Our Common Future” di Fordham University New York pada th 1994, bersamaan pemberian penghargaan kepada Direktur UNEP (The United Nations Ecological Program). Sejak th 1994 penulis diminta duduk sebagai anggauta International Advisory Board GEA, bersama Prof. Thaha Jabir al Alwany, Cairo, yang menjadi Director IISS (International Institute of Islamnic Social Studies) di Herndon, Virginia; Prof. Abdul Aziz Said, dari Damascus Syria yang menjadi Professor di American University, Washington DC; DR. Thomas Berry, seorang tokoh ecologis dunia. Lembaga
ini bekerja sama dengan dengan berbagai lembaga internasional dalam pendidikan global (global education) termasuk dengan IPRA (International Peace Research Assiciation) dengan tokoh-tokohnya DR. Johan Galtung; DR. Paul Smoker, DR. Elisse Boulding dan Keneth Boulding, DR. Betty Reardon, DR. Yushikazo Shakamoto, DR. Saul Mendlovich dll.
Salah satu lembaga internasional yang bergerak di bidang advokasi kebijakan internasional , perdamaian dan hak asasi manusia adalah International Movement for the Just World, atau yang disingkat JUST
dengan Presidentnya Prof. DR. Chandra Muzaffar, seorang akademisi dan aktivis sosial di Malaysia. Buya Prof. Ahmad Syafii Maarif bersama saya pernah diundang dalam sebuah Round Table on Global Peace and Justice di Malaysia, pada th 2005, bersama Prof. Seyyed Hossein Alattas, Tansri DR. Razali, Prof. Chawiwat Sattha Anand; Prof. Richard Falk, Swami Agnivesh dll. Oleh karena sejak th 1994 saya diminta menjadi anggota International Advisory Panel dari JUST ini untuk seumur hidup (for life).
Pada saat ini masyarakat dunia, dalam beraneka peringkatnya, sedang dalam proses peralihan menuju Masyarakat Pengetahuan (Knowledge Society). Yaitu masyarakat yang menghargai tinggi pengetahuan, sebagai hasil kegiatan di mana setiap orang berhak untuk mengaksesnya. Dan bukan hanya menjadi monopoli manusia yang berkecimpung di lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian saja (nonexcludable publicgood). Pengetahuan adalah hak setiap orang, di mana pendidikan merupakan hak setiap orang, yang akan membentuk masyarakat pengetahuan (Knowledge Society). Aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge Economy) dapat terbentuk sebagai sebuah pencapaian kolektif peradaban (Civilizational Collective Achievement) jika terbina masyarakat pengetahuan. Saya merasa sangat beruntung mendapat bekal motto Pondok Modern :
1- Berbudi Tinggi
2- Berbadan Sehat
3- Berpengetahuan Luas
4- Berpikiran Bebas.
Sejak selesai dari pengabdian Komnas HAM RI pada bulan September 2007, saya banyak berkeliling ke kampus-kampus Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta, UIN/IAIN/STAIN, UGM, UNAIR, UNAND, UNIBRAW dan UII, UNISSULA, UNISBA, UNIDA dan berbagai PTM, sampai saat ini.
10- Konperensi 3 kali di Markas besar PBB, New York. Kunjungan ke kantor PBB di Vienna dan Geneva.
Rektor UNIDA Prof. Amal Fathullah Zarkasyi benar. Saya pernah diundang menghadiri konperensi di markas besar PBB, sebanyak 3 kali. Pertama dg tema “the United Nations : Peace, Justice and evelopment”, pada th1992. Saya hadir bersama Ketua AIPI (Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia), Prof Dr. Alfian, yg juga wakil ketua LIPI. Dan Prof. Dr. Priyono Tjiptoheriyanto, ketua ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), bertemu tokoh pembangunan dunia dan Keamanan Manusia, Dr. Mahbub ul Huq, penasehat UNDP, Dr. Sadako Ogata, ketua The United Nations Commission on Human Security) dll. Kemudian ke 2, pada bulan Juni th 2000, dalam People’s Summit 2000; menyambut 50 th PBB sekaligus menyambut The United Nations Summit 2000. Dan ketiga, saya berdua, bersama Hindun Fauziah, isteri, diundang pada “The World Peace Summit of the Religious and Spiritual Leaders in the United Nations, New York, Akhir Agustus 2000.
Sebenarnya pada th 1992 saya pernah diundang menjadi pembicara di 777 the United Nations Plaza , di seberang Gedung PBB, New York, dg tema “The Role of the International Financial Institutions in The Democratization of the United Nations”. Berpanel dg Inge Kaull, editor in chief “Human Development Report” , UNDP, 1990 dan Dr. Clarence Diaz, Director “Law and Development Center” New York.
11- Guru Tarbiyah diundang bicara di UNESCO pusat Paris. Dan kunjungan ke UNESCO, Bangkok, Manila, Vienna, Washington DC, Geneva.
Mengajar “tarbiyah” (pendidikan),
sebagai bekal menjadi pembicara dalam symposium internasional ttg Global Ethics di kantor pusat UNESCO, di Paris, April 2003. Juga dua kali konperensi UNESCO Asia Pasific th 2008 di Port Dickson dan 2010 di Kuala Lumpur. Sebelumnya saya sempat berkunjung ke UNESCO di Washington DC dan New York, 1990-1994, Vienna, 1992, Geneva 2007. Sebelumnya saya pernah panel bersama Prof. Dr. Abdel Azeez Al Tuwaijri, Dir Gen ISESCO di IIIT, Washington DC, 1997.
Selain ke UNESCO, sebagai aktivis kemasyarakatan dalam NGOs Nasional, Regional dan Interbasional, saya juga diundang dan berkunjung ke Dewan-2 (The UN Councils) dan Organisasi Teknis PBB seperti Dewan Keamanan (Security Council), Dewan ECOSOC dan UNICEF di New York. Dewan HAM, Komisi Tinggi Pengungsi (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Palang Merah Sedunia (Red Crosss Society) dan komisi perlucutan senjata (Disarmament) dan World Trade Organization (WTO) di Geneva .
Kunjungan ke WHO, ILO, UNHCR, Red Cross Society, UN Human Rights Council dan UNESCO Geneva atas jasa baik Ambassador Dr. Makarim Wibisono, Dubes dan Kepala PTRI di UN Geneva dan sahabat saya Dr. Caroline Hancine, perwakilan UPF (Universal Peace Federation) di PBB. Sebelumnya sayap panel bersama Dr. Aliya Hammad al Bindari, wakil Dir Gen WHO di Peace Palace, Caux, Swiss. Dan pernah mengangkat ILO – UNESCO convention 1966 tentang Hak-2 Guru, ketika menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi, 2005, dlm gugatan thd UU Guru dan Dosen. Juga menggunakan Geneva Convention 1949 ketika menangani kasus Acheh. Dan bersama UN High Commissioner on Human Rights, waktu itu, dalam konperensi internasional HAM, di Islamabad, Pakistan, 2006.
Terima kasih Pondokku.Terima kasih para Kyaiku dan guru-2ku dan sahabat-2 semasa di Pondok, alumni dan para sahabat tercinta.
Semoga bermanfaat dan barakah